Friday, September 7, 2012

MODEL PEMBELAJARAN KOGNITIF (lanjutan)

2. Peristiwa Pengajaran (Events of Instruction)
Berdasar atas analisanya terhadap peristiwa-peristiwa belajar, Gagne
mengusulkan adanya peristiwa-peristiwa yang kritis dalam pembelajaran selaras dengan peristiwa belajar siswa.
a. Memotivasi siswa dengan menginformasikan tujuan
Langkah I dalam mengajar adalah memunculkan motivasi siswa untuk belajar. Caranya adalah dengan memunculkan minat siswa terhadap materi pelajaran dengan menginformasikan manfaat pelajaran tersebut di kemudian hari. Siswa butuh mengetahui mengapa ia harus mempelajari, apa dan seperti apa yang akan mereka pelajari.
b. Mengarahkan atensi
Guru harus mengarahkan atensi siswa pada informasi yang relevan guna memfokuskan energi mental siswa terhadap hal-hal yang penting. Hal ini dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan diagram atau menandai konsep-konsep penting.
c. Menstimulasi recall
Agar siswa dapat berhasil mengasimilasi informasi, mereka perlu merecall informasi terkait yang ada dalam memory mereka. Guru harus menstimulir recall melalui ingatan siswa terhadap informasi terdahulu dan hubungannya dengan materi yang baru. Misal guru mereviu konsep sentimeter sebelum mengajar sentimeter kubik.
d. Menyediakan bimbingan belajar
Bentuk bimbingan belajar yang diberikan kepada siswa tergantung pada tujuan belajar, apakah belajar konsep, prinsip, atau yang lain. Dalam discovery learning, bimbingan belajar dapat mengambil bentuk penyediaan materi dan petunjuk pelaksanaan atau ilustrasi yang tepat.
e. Meningkatkan retensi
Retensi terhadap informasi yang baru diperoleh dapat ditingkatkan melalui beberapa cara. Salah satunya adalah dengan menyuruh siswa mempraktekkan kemampuan matematika yang baru diperoleh. Cara lain adalah dengan memberikan banyak contoh. Reviu berjarak beberapa hari juga dapat meningkatkan retensi.
f. Mempromosikan transfer belajar (untuk generalisasi)
Segera setelah informasi baru masuk dalam memory siswa, tugas selanjutnya adalah memastikan bahwa siswa dapat melakukan transfer atau generalisasi prinsip-prinsip atau konsep-konsep pada peristiwa-peristiwa baru, seperti aplikasi pemecahan problem atau aplikasi ke bidang-bidang lain seperti hubungan antara sentimeter kubik ke dalam liter.
g. Memperoleh performansi, menyediakan umpan balik
Pada akhir siklus pengajaran siswa harus menunjukkan apa yang sudah mereka ketahui sehingga guru dapat mengatakan apakah mereka berada pada track yang benar atau salah.



Istilah active learning mempunyai konotasi constructivism, yaitu belajar secara aktif dan dikonstruksi dalam konteks sosial. Ide dasarnya adalah bahwa siswa mendapat pengertian dalam belajar melalui interaksinya dengan lingkungannya, dan bahwa siswa dilibatkan dalam mengkonstruksi pengetahuan mereka. Kelompok konstruktivis menekankan belajar berorientasi pada pemecahan problem karena dengan demikian siswa aktif melakukan sesuatu sehingga dapat mentransformasi informasi menjadi pengetahuan. Partisipasi aktif siswa dengan berinteraksi dan memanipulasi lingkungan merupakan syarat dalam aktivitas belajar. Kelompok ini menambahkan bahwa pengetahuan tidak akan diperoleh siswa dari sumber eksternal, misalnya hanya dengan model ceramah dimana guru memberikan informasi satu arah kepada siswa. Pengetahuan dihasilkan melalui aktivitas siswa. Belajar atau usaha memperoleh pengetahuan merupakan proses perbandingan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, yang berfungsi memperkuat apa yang sudah diketahui sebelumnya, yang dalam istilah Piaget terjadai proses adaptasi terhadap pengetahuan tersebut (http://home.okstate.edu/homepages.nsf/toc /EPSY5463C142).
Pengetahuan sebelumnya atau pengalaman masa lalu akan membantu siswa dalam belajar, karena ia merupakan representasi semua domain belajar, kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh karena itu pengalaman atau belajar masa lalu tidak sekedar menentukan apa yang mampu siswa pelajari, tetapi juga apa yang ingin ia pelajari. Jadi untuk menumbuhkan minat belajar siswa, guru harus memperhatikan pengalaman belajar siswa sebelumnya; dan perlu dicatat bahwa komponen afektif ini seringkali lebih menentukan keberhasilan belajar siswa daripada kemampuannya. Belajar yang bermakna berhubungan dengan apa yang sudah diketahui siswa dan hal itu akan menjadikan andalan dan mengubah apa yang diketahui. Semua pengetahuan adalah produk dari aktivitas konstruktivistik individu. Kita tidak mendapatkan kebenaran tanpa kita mengembangkan konstruksi secara terus-menerus untuk menerangkan realita seperti yang kita lihat. Tidak ada pengetahuan yang dapat langsung dan tanpa dimediasi.
Sumbangan psikologi kognitif dalam proses belajar-mengajar berbasis kompetensi misalnya membangkitkan curiosity (surprise, mengherankan, kontradiksi, novelty), memfasilitasi agar siswa menguasai konsep dasar dan prinsip dasar (gunakan peta, grafik, film, dsb), memfasilitasi agar siswa mampu melakukan generalisasi konsep dan prinsip (aktivitas luar kelas), membuat siswa mampu mendapatkan kesamaan informasi pengetahuan dengan pengalaman nyata dalam kehidupan (contoh-contoh aplikasi, diskusi kelas).
Kerja Bruner berpengaruh terhadap pendekatan humanistik dalam pendidikan. Gerakan pendidikan humanistik, penerus gerakan pendidikan progresif yang dipelopori John Dewey, merupakan gerakan reaksi terhadap penggunaan drill & rote learning yang berlebihan dari sekolah tradisional. Hal penting pada pendidikan humanistik adalah siswa harus mempunyai substantial hand dalam mengarahkan diri mereka. Gagasan tersebut dimaksudkan agar siswa memiliki self directed, self-motivated, dan bukan sebagai penerima pasif informasi. Pendidikan humanistik tidak saja menyentuh ranah kognitif, tapi juga ranah afektif yang memfokuskan pada belajar bagaimana belajar (learning how to learn) serta meningkatkan kreativitas dan potensi manusia.


Post By Catur anggraini, S.Psi
dikutip dari Psikologi Pendidikan ( Robert E. Slavin)

0 komentar :

Post a Comment

 
Powered by Media Pendidikan | Direktori Website Sekolah